Hasbi Aswar
The Deal of Century yang menjadi simbol normalisasi Arab – Israel sejak tahun 2020 lalu menjadi salah satu cerita penting perjalanan isu hubungan Arab – Israel, dan penjajahan Israel terhadap Palestina yang telah terjadi hampir satu abad lamanya.
Normalisasi ini diharapkan bukan hanya dapat menjalin hubungan positif, kerjasama di berbagai bidang dan level antara Arab dan Israel, tapi juga akan membuat negara – negara Arab dapat lebih mudah membujuk Israel agar menahan berbagai kekerasan terhadap kesewenang – wenanganya terhadap masyarakat Palestina. Logikanya sederhana, berteman baik akan lebih legitimate dan mudah menyelesaikan masalah daripada bermusuhan.
Tapi, publik akan mengamati apakah memang narasi yang dibangun untuk menjustifikasi normalisasi ini akan betul terjadi, ataukah hanya sekedar pemanis belaka untuk menutupi kepentingan – kepentingan ekonomi, politik, dan keamanan negara – negara Arab.
Di lihat dari proses, aktor dan kepentingan yang melingkupi normalisasi ini, kuat dugaan bahwa narasi optimistik terhadap masa depan Palestina tidak akan terwujud atau hanya isapan jempol belaka.
Pertama, Dari perjanjian damai yang melibatkan Bahrain, Uni Emirat Arab tersebut, tidak ada klausul yang mengangkat isu tentang masa depan Palestina.
Mungkin ada yang berpendapat, klausul itu hanya formalitas saja, sebab saat hubungan interdependensi telah terjadi, negara Arab akan menjadikan hubungan itu sebagai alat untuk menekan Israel.
Tapi kita tidak boleh lupa, bahwa selama ini, Israel pun hidup matinya sangat bergantung pada negara – negara Muslim di sekitarnya: ruang udara, darat, laut untuk melakukan ekspor impor barang. Termasuk kebutuhan dasar sehari – hari mereka pun bergantung pada negara – negara lain seperti air minum, minyak, gas, kacang – kacangan, atau bahan – bahan makanan yang lain (United States Department of Agriculture, 2022), termasuk dalam aspek keamanan regional.
Terbukti, hubungan intensif Mesir, Yordania dan Turki dengan Israel selama puluhan tahun tidak mampu berkontribusi positif terhadap kondisi Palestina yang terus tergusur, didiskriminasi, dan diperlakukan secara tidak manusiawi. Bahkan, meskipun, Israel secara geostrategis adalah negara yang rentan (lacks of strategic depth), nyatanya tidak ada yang mampu melawan dan mengambil sikap tegas terhadap Israel (Khan, 2020).
Alasannya adalah sejak dibentuk oleh Inggris dan dideklarasikan oleh PBB tahun 1948, negara – negara maju telah habis – habisan mem back – up Israel. Negara ini ibaratnya menjadi anak emas AS saat ini dengan bantuan militer dan finansial terbesar setiap tahunnya (Sharp, 2022). Bukan hanya itu, hegemoni AS di Tim-Teng melalui kebijakan Israel first menyediakan keamanan penuh bagi Israel. Jika ada rezim yang terlihat mengancam, akan dilengserkan segera. Contohnya, kudeta Dr. Mohammad Mursi tahun 2013 oleh militer Mesir antek AS.
Kedua, Normalisasi Arab – Israel memang bukanlah untuk tujuan perdamaian Israel – Palestina, tapi murni kepentingan pragmatis negara – negara Arab. Mereka terancam oleh Iran; terancam oleh gerakan oposisi dan gerakan politik Islam yang menguat di Arab sejak era musim semi Arab; ditambah lagi tergiur oleh insentif – insentif yang dijanjikan oleh AS dalam normalisasi ini. Insentif – insentif ini telah didapatkan juga oleh Mesir dan Yordania saat bersedia menjalin hubungan baik dengan Israel (Muasher, 2021).
Jadi, Yang diuntungkan dari normalisasi ini sebenarnya bukan Arab, bukan pula Palestina tapi, kepentingan Israel dan AS.
Dengan Kerjasama intensif Israel – Arab akan semakin memperkuat posisi Israel di Timur Tengah melalui berbagai Kerjasama ekonomi yang terjadi baik di level pemerintahan maupun bisnis (Middle East Monitor, 2022). Bahkan perusahaan – perusahaan Israel yang ikut dalam proyek penggusuran di Tepi barat juga sudah menjalin kerjasama dengan perusahaan – perusahaan Arab.
Bukan hanya itu, Arab akan memberikan keamanan ekstra pada Israel dengan Kerjasama militer, keamanan, intelijen untuk membungkam gerakan – gerakan oposisi baik nasionalis maupun Islam.
Israel juga akan semakin bebas melancong ke berbagai negara Arab untuk melakukan diplomasi budaya agar Israel terlihat baik, humanis dan berperadaban. Ini berpotensi semakin mengucikan Palestina dan para pejuang Palestina. Bahkan akan membuat mereka terlihat buruk dan akan dianggap kelompok – kelompok pengacau, ekstrimis, radikal dan teroris.
Saat itu terjadi, AS akan merasa tenang, sebab potensi – potensi rival di Timur Tengah bisa dikendalikan baik di internal maupun dari eksternal seperti Iran, Rusia, China, dan oposisi Islam (Henkel & Asseburg, 2021). Sebab, negara – negara penting di kawasan sudah dikontrol melalui beragam pendekatan: kontraterorisme, bantuan keuangan dan militer, Kerjasama komprehensif; dan Normalisasi Israel.
Normalisasi dan stabilitas Timur Tengah bagi AS sangat penting untuk fokus menghadapi ancaman di front lain, seperti menghadapi ancaman Rusia di Eropa dan Ancaman China di wilayah Asia – Pasifik. Tiga front ini bagi AS sangat penting, dan saling berhubungan untuk mempertahankan hegemoni AS di seluruh dunia.
Jadi, ke depan publik akan menyaksikan sendiri normalisasi Arab bukan untuk perdamaian Palestina, dan bukan untuk kebaikan masyarakat Muslim Timur Tengah. Bukan juga untuk menciptakan dunia bebas dari penjajahan dan ketidakadilan. Ini politik dominasi dan hegemoni yang dikukuhkan oleh AS bersama sekutu melalui tangan – tangannya di Timur Tengah.
Daftar Pustaka:
Henkel, S. C., & Asseburg, M. (2021). Normalisation and Realignment in the Middle East: a new, conflict-prone regional order takes shape. Stiftung Wissenschaft Unf Politik (SWP).
Khan, A. (2020). Israel’s Strategic Dilemmas. Geopolity. https://thegeopolity.com/2020/10/07/israels-strategic-dilemmas/
Middle East Monitor. (2022). Israel’s trade with Arab nations reaches record increases after normalisation. Middle East Monitor. https://www.middleeastmonitor.com/20220704-israels-trade-with-arab-nations-reaches-record-increases-after-normalisation/
Muasher, M. (2021). Normalization of Arab Countries with Israel : Regional Geopolitical Aspects of the Agreements. IEMed Mediterranean Yearbook, 58–61. https://www.iemed.org/publication/normalization-of-arab-countries-with-israel-regional-geopolitical-aspects-of-the-agreements/
Sharp, J. M. (2022). U.S. Foreign Aid to Israel: Version 42. In Congressional Research Service. https://sgp.fas.org/crs/mideast/RL33222.pdf
United States Department of Agriculture. (2022). This Report Contains Assessments of Commodity and Trade Issues Made By Usda Staff And Not Necessarily Statements of Official U.S. Government Policy. https://apps.fas.usda.gov/newgainapi/api/Report/DownloadReportByFileName?fileName=Israeli Food Supply Chain_Tel Aviv_Israel_IS2022-0004.pdf
Artikel ini pertama kali ditayangnya di https://igss.uii.ac.id/2022/07/25/normalisasi-arab-israel-bukan-untuk-palestina/