Perang Iran-Israel pada Juni 2025 menjadi tonggak bersejarah bagi politik kawasan Timur Tengah maupun global. Dalam kurun bulan tersebut, Iran dan Israel berbalas serangan udara selama 12 hari. Meskipun dicapai gencatan senjata pada 24 Juni 2025, namun eskalasi dapat meningkat kembali. Pasalnya, kedua negara masih sama-sama saling mengancam melakukan serangan. Misalnya, pada 3 Agustus 2025, Komandan Angkatan Bersenjata Iran, Amir Hatami menyatakan bahwa ancaman dari Israel masih ada dan Iran akan siap meresponnya dengan tegas (Islamic Republic News Agency, 2025). Sebelumnya, pada 10 Juli 2025, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz menyatakan akan menyerang Iran dengan kekuatan lebih besar jika Iran mengancam negaranya (reuters.com, 2025).
Opini Publik
Serangan Iran terhadap Israel menyebabkan kehancuran fisik dan teror psikologis bagi Israel maupun masyarakatnya di Tel Aviv, Haifa, maupun Bersheheba. Tokoh-tokoh dan beragam kelompok dalam dunia Islam mengapresiasi serangan Iran ke Israel tersebut serta menyatakan solidaritas simbolis terhadap Iran. Tokoh-tokoh pemerintahan yang menyatakan solidaritas simbolis terhadap Iran di antanya pemimpin atau pejabat dari Pakistan, Irak, Malaysia, Arab Saudi, China, dan Rusia. Adapun solidaritas terhadap Iran datang dari berbagai kelompok masyarakat di beberapa kota seperti Sanaa, Baghdad, Beirut, Karachi, Lahore, Jakarta, bahkan di London. Lebih luas, sebagian publik memaknai bahwa serangan Iran ini momentum tepat untuk menghukum Israel yang telah melakukan serangan brutal di Gaza, Yaman, dan Lebanon.
Yang menarik, di tengah simpati publik global terhadap Iran dalam menghadapi Israel, muncul sebagian kelompok Islam dengan opini bersentimen negatif terhadap Iran. Sebagai contoh, terdapat opini bahwa serangan Iran terhadap Israel tidak terkait dengan Palestina dan Gaza. Menurut opini tersebut, perang Iran-Israel hanya sebatas masalah Israel menyerang Iran terlebih dahulu, tidak ada kaitan sama sekali dengan upaya pembelaan Palestina dan Gaza, apalagi membela dunia Islam. Lebih unik, opini tersebut menyatakan bahwa Iran dan Israel sejatinya adalah negara sahabat karena alasan historis, yaitu kedekatan antara imperium Persia dan Bani Israel pada ribuan tahun lalu.
Opini lainnya menyatakan bahwa perang Iran dengan Israel adalah perang antara pihak Syiah yang sesat dengan pihak Yahudi yang kafir. Keduanya dinilai adalah pihak yang sama-sama memusuhi Islam dan kaum Muslimin. Iran misalnya, diasumsikan telah membantai ribuan kaum Muslim di Syria selama perang berkepanjangan di masa rezim pemerintahan Bashar al Assad. Sedangkan Israel adalah kafir Yahudi yang membunuhi umat Islam di Palestina selama beberapa dekade. Alhamdulillah, biarkan Syiah dan Yahudi yang sama-sama dzalim tersebut saling berperang, toh Iran menyerang Israel juga bukan karena motif membela Palestina dan dunia Islam, melainkan hanya motif nasionalisme Iran belaka. Begitu kira-kira opini yang berkembang.
Opini lainnya menyatakan bahwa perang Iran dan Israel adalah sandiwara belaka. Opini ini menyatakan bahwa jangan terkecoh dengan ”sandiwara” kedua pihak yang sama-sama merupakan musuh Islam, toh serangan Iran terhadap Israel tidak menimbulkan kerugian berarti bagi negeri Zionis tersebut.
Titik pertemuan opini-opini tadi adalah umat Islam tidak perlu bersimpati kepada Iran, apalagi ikut mendukung negeri para Mullah tersebut dalam memerangi Israel.
Bantahan Opini
Opini-opini yang menyudutkan Iran dapat dibantah dengan beberapa argumen berikut. Pertama, menyatakan bahwa Iran adalah ”bestie” Israel dengan mengasosiasikan kedekatan hubungan antara imperium Persia dan bangsa Israel pada ribuan tahun lalu sangat tidak relevan. Republik Islam Iran – dengan prinsip dan identitas revolusi Islamnya – bukanlah imperium Persia pada masa ribuan tahun lalu. Begitu pula entitas Israel modern bukanlah kelanjutan bani Israel pada ribuan tahun lalu. Orang-orang Zionis Israel juga tidak pernah terbukti sebagai keturunan bani Israel dari ribuan tahun yang lalu.
Kedua, orientasi politik luar negeri Republik Islam Iran secara konsisten menjadikan Zionis Israel sebagai ancaman. Prinsip tersebut dapat dianalisis dari pernyataan-pernyataan para pemimpin Iran. Misalnya, pemimpin spiritual Iran mulai dari Ayatullah Khomeini hingga Ayatullah Ali Khamenei secara konsisten menyatakan bahwa Zionis Israel rezim penindas Palesitna sekaligus ancaman bagi Timur Tengah. Konstitusi Iran juga secara eksplisit mengamanatkan politik luar negeri Iran untuk membela kaum tertindas dan melawan kaum penindas. Sejalan dengan hal tersebut, Ayatullah Ali Khamenei konsisten menyatakan dukungan pada Palestina dan mendorong dunia Islam untuk bersatu serta tidak melupakan kebiadaban Israel di Gaza (khamenei.ir, 2025).
Ketiga, misi pembelaan Republik Islam Iran terhadap Palestina dan orientasi perlawanan terhadap Israel bukan sekedar retorika dan wacana belaka. Sebaliknya, visi ini dibuktikan dalam kebijakan resmi negara Iran. Kebijakan Iran ini dapat dikonfirmasi dari pernyataan berbagai kelompok perlawanan Palestina yang memuji Iran atas kontribusi riil negeri para Mullah tersebut dalam mendukung perjuangan Palestina dan kelompok perlawanan. Hamas dan Jihad Islam Palestina berulang kali melontarkan pujian kepada Iran dan pemimpin Iran atas bantuan politik, senjata, dan dana. Pernyataan pernyataan ini bahkan dipublikasikan jauh sebelum perang Iran-Israel pada Juni 2025. Misal, pada 2019, Yahya Sinwar pimpinan legendaris Hamas, menyatakan bahwa tanpa dukungan Iran, Hamas tidak akan mampu memiiki kemampuan strategis.
Dalam konteks perang Juni 2025 kemarin, Hamas menyatakan bahwa serangan Zionis Israel ke Iran adalah harga yang harus diabayar oleh Iran akibat konsistensi mendukung Palestina dan Poros Perlawanan. Hamas juga mengeluarkan pernyataan solidaritas mendukung Iran (english.alarabiya.net, 2025).
Keempat, pernyataan dari pejabat Iran secara eksplisit bahwa serangan Iran terhadap Israel tidak terlepas dari konteks pembelaan terhadap Palestina. Pada serangan Juni 2025, Garda Revolusi Islam Iran menyatakan bahwa salah satu target yang menjadi serangan Iran di Israel adalah fasilitas militer dan produksi misil yang digunakan Israel untuk menyerang Gaza dan Palestina (tasnimnews.com, 2025). Pernyataan Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi, dalam konferensi pers Juni 2025, menyatakan bahwa Iran bukan hanya menjaga negaranya, tetapi juga membela kepentingan umat Islam dalam memberi tamparan bagi Zionis Israel (antaranews.com, 2025). Di kalangan grassroot, beberapa cuplikan video dokumenter menunjukkan bahwa sebagian warga Gaza terhibur dengan serangan-serangan Iran terhadap Israel.
Kelima, serangan Iran pada Israel bukanlah sandiwara. Iran yang pada tahap awal perang kewalahan menghadapi serangan udara yang masif dari Israel, berhasil melancarkan serangan balasan terhadap Israel dengan mengkombinasikan serangan rudal balistik, rudal hipersonik, dan drone bunuh diri. Pola serangan Iran berhasil menembus sistem pertahanan canggih Israel yang disokong sistem pertahanan Iron Dome, Arrow, maupun David Sling.
Serangan Iran berhasil menimbulkan korban jiwa, kerusakan infrastruktur, teror psikologis, dan kerugian ekonomi sekitar 12 milyar Dollar bagi Israel (newarab.com, 2025). Sebaliknya, kerugian di pihak Iran akibat kombinasi serangan udara Israel, juga tidak kalah besar. Iran kehilangan puluhan tokoh penting baik dari jenderal Garda Revolusi dan ilmuwan nuklir, serta korban jiwa dari masyarakat sipil dan kerusakan di beberapa infrastruktur vital. Bagaimana mungkin perang ini dapat dikatakan sebagai sandiwara?
Karena itu, opini-opini yang menyudutkan Iran merupakan opini yang lemah dan terbantahkan. Opini opini tersebut dibuat dengan mengabaikan realitas dukungan Iran terhadap Palestina. Opini-opini tersebut gagal melihat pola yang lebih luas untuk menggambarkan dukungan riil Iran terhadap Palestina. Pernyataan dari para pemimpin, konstitusi, dan kebijakan luar negeri Iran menunjukkan dukungan Iran terhadap Palestina secara gamblang. Perang Juni 2025 hanyalah salah satu babak dari perwujudan dukungan Iran terhadap Palestina.
Apresiasi terhadap Iran
Memang, barangkali Iran memiliki banyak kekurangan dalam perang 12 hari selama Juni 2025. Kekurangan tersebut mungkin mengecewakan banyak pihak. Termasuk fakta banyaknya pengkhianat di dalam internal Iran yang menjadi kaki tangan Mossad sehingga merugikan Iran dalam melawan Israel. Tewasnya tokoh tokoh ilmuwan nuklir Iran dan jenderal-jenderal Garda Revolusi juga menjadi kekurangan Iran dalam hal ini. Selain itu, kekurangan lainnya adalah masih berlanjutnya pembantaian terhadap rakyat Gaza dan serangan terhadap rakyat Palestina di Tepi Barat oleh Zionis Israel.
Namun demikian, kekurangan-kekurangan tersebut tidak selayaknya menghentikan solidaritas dan apresiasi pada negeri para Mullah tersebut. Di tengah hantaman sanksi ekonomi, bisnis, politik, teknologi, militer, dan lainnya, Iran masih dapat menunjukkan daya resiliensinya. Iran bahkan dapat melakukan serangan langsung kepada Zionis Israel sekaligus meruntuhkan mitos kedigdayaan militer Israel. Dengan segala kekurangannya, tindakan Iran membuktikan kemampuan perlawanan terhadap Israel sekaligus mewujudkan dukungan nyatannya pada Palestina.
Namun yang terpenting dari itu semua, dunia Islam perlu mewujudkan solidaritas bersama untuk pembebasan Palestina, alih-alih saling menyindir dan mencaci satu sama lain. Pebedaan madzhab bukan penghalang untuk bersatu membebaskan Palestina. Sebagaimana Ayatullah Khamenei nyatakan pada Mei 2025, bahwa umat Islam tidak boleh disibukkan dengan rumor maupun isu-isu tidak relevan yang dapat mengalihkan fokus terhadap upaya pembelaan Palestina. Ayatullah Khamenei menegaskan bahwa kejahatan Zionis Israel merupakan hal yang tidak dapat diabaikan oleh dunia Islam.