Operasi Militer Sindoor India 7 Mei 2025: Akankah Terjadi Eskalasi Menuju Perang Besar di Asia?

Ida Susilowati

Anggota Insiera & Dosen Hubungan Internasional UNIDA Gontor

Pada 7 Mei 2025, India mengambil kebijakan Operasi Militer Sindoor yang ditujukan ke wilayah perbatasan India-Pakistan, tepatnya di Bahawalpur dan Muridke provinsi Punjab Pakistan. Serangan juga ditargetkan di beberapa titik lainnya, yaitu Muzaffarabad, Kotli dan Bagh yang berada di wilayah ibukota Kashmir bagian Pakistan. Serangan juga diluncurkan di Rawal Pindi, salah satu daerah strategis Pakistan di provinsi Punjab. India mengklaim serangan tersebut sebagai bentuk ancaman atas peristiwa tewasnya 26 turis India di Pahalgam, wilayah Jammu-Kashmir bagian India pada 25 April sebelumnya.

Perlu dipahami karakter kedua negara dalam melihat dinamika konflik India-Pakistan. India memiliki karakter ideologi hindu yang kuat. Tiga kali India pernah memiliki Presiden muslim (Zakir Husain, Fakhruddin Ali Ahmed dan A.P.J. Abdul Kalam), dan tiga kali pula Presiden muslim tersebut meninggal di tengah masa jabatan. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ‘sentimen agama’ di India sangat kuat dan ada penolakan terhadap muslim. Sementara Pakistan, melepaskan diri dari India yang juga dilatarbelakangi oleh ideologi Islam sehingga bertekad mendirikan Negara Islam Pakistan. Di sisi lain, Pakistan sendiri seringkali mengalami gejolak internal dan instabilitas politik dalam pemerintahannya. Hal tersebut terlihat dari, sejak negara Pakistan terbentuk di tahun 1947 hingga saat ini, pakistan sudah mengalami 37 kali pergantian presiden dan 33 kali pergantian perdana Menteri.

Serangan terhadap 26 turis India pada tanggal 22 April 2025 di Pahalgam, kembali memunculkan eskalasi konflik kedua negara, terlebih terjadi di wilayah konflik Jammu-Kashmir. India menuduh serangan tersebut sebagai serangan teroris yang didukung oleh pemerintah Pakistan. Pakistan membantah tuduhan tersebut dan membentuk langkah investigatif untuk membuktikan posisinya dalam mencari ‘dalang’ dari peristiwa tersebut. Beberapa hari setelahnya, salah satu kelompok militan jihadi Kashmiri basis Pakistan, Lashkar Thayyabah mengumumkan bahwa merekalah yang bertanggung jawab atas insiden Palhagam, sehingga dilaksanakan operasi militer Sindoor India yang menewaskan puluhan korban sipil Pakistan. Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Syarif merespon serangan dengan mengumumkan, bahwa Pakistan akan melakukan retaliasi atas serangan India tersebut, meskipun tidak menjelaskan detil bentuk retaliasi Pakistan.

Peingkatan ketegangan konflik antara kedua negara melandasi pertanyaan public tentang “Apakah akan terjadi eskalasi menuju perang nuklir di Asia, mengingat kedua negara merupakan negara ‘proliferasi nuklir’? Berdasarkan situasi saat ini, masih terlalu jauh untuk mengindikasikan konflik bersenjata antara India-Pakistan akan meluas dan terjadi perang besar di Asia, mengingat:

Pertama, kedua negara sudah seringkali terlibat konflik bersenjata, terutama di wilayah perbatasan Jammu-Kashmir dengan berbagai peristiwa pemicu, baik militer maupun non-militer. Namun, seringkali konflik bersenjata bersifat temporary dan tidak berlangsung lama, dan situasi saat ini sebagaimana situasi-situasi konflik sebelumnya yang menambah rentetan eskalasi konflik panjang kedua negara.

Kedua, berdasarkan pernyataan dari pihak India, bahwa serangan India hanya ditargetkan di beberapa titik dimana diindikasikan bahwa wilayah-wilayah tersebut merupakan basis para kelompok militan jihadis Pakistan, dan bukan ditargetkan di titik-titik sensitive ekonomi maupun militer Pakistan.

Ketiga, serangan India disinyalir sebagai serangan ‘Ancaman’ dan bukan deklarasi perang terbuka. Hal tersebut ditunjukkan, bahwa sehari setelah serangan rudal India melalui operasi militer Sindoor, terlihat India mengibarkan bendera putih di perbatasan Kashmir wilayah India (wilayah konflik), yang dapat diartikan bahwa serangan India tidak berlangsung lama dan hanya sebagai retaliasi berupa ancaman terhadap Lashkar Thayyabah.

Keempat, kepemilikan nuklir oleh kedua negara bersifat defensive dan ditujukan sebagai upaya ‘damai’ dalam konsep Balance of Power kawasan Asia Selatan. Sehingga, indikasi penggunaan nuklir dalam operasi militer Sindoor saat ini sangat kecil karena kedua negara dinilai memiliki kekuatan yang cukup seimbang.

Meski demikian, ketegangan konflik antara kedua negara juga tidak menutup kemungkinan dapat meluas, apabila Pakistan menerapkan kekuatan militer dalam kebijakan retaliasinya terhadap operasi Sindoor, Namun, proposisi menuju arah tersebut hingga saat ini belum terlihat. Terlalu terburu-buru untuk menyimpulkan konflik bersenjata India-Pakistan sebagai awal dari pecahnya perang besar nuklir, karena kedua negara sama-sama terlihat menahan diri menghadapi kondisi ‘ketidakpastian’ dalam sebuah fenomena dilemma security Kawasan.

Yang perlu digarisbawahi disini adalah, seringkali kita fokus menilai konflik dari fenomena dan fakta yang sedang terjadi, tanpa menganalisa faktor pemicu yang melatarbelakangi munculnya sebuah peristiwa. Hal tersebut yang juga perlu dianalisa dari eskalasi konflik India-Pakistan saat ini dalam operasi Sindoor India. Tidak banyak yang menganalisa faktor pemicu peristiwa di Pahalgam 22 April 2025, ‘mengapa peristiwa di Pahalgam terjadi?’.

Perlu dipahami, bahwa perlakukan pemerintah India dan rakyat Hindu India terhadap warga muslim di India selama bertahun-tahun sangat tidak manusiawi. Perlakuan tidak manusiawi rakyat Hindu India terhadap rakyat muslim India tidak lagi hanya terjadi di wilayah Kashmir bagian India, namun sudah meluas ke berbagai daerah tanpa ada sangsi dari pemerintah India. Pemerintah Modi seakan memberikan kebijakan “Free Hand” kepada rakyatnya untuk melakukan apa saja terhadap rakyat muslim di India, sebagaimana diberitakan di berbagai media dalam beberapa tahun ini dan semakin massif.

Maka, tidak berlebihan jika kita berasumsi, bahwa peristiwa keji yang dilakukan terhadap rakyat muslim di India selama bertahun-tahun, memicu munculnya serangan kelompok militan jihadi Kashmiri basis Pakistan terhadap rakyat Hindu India. Hal tersebut sebagaimana terjadi terhadap warga Palestina bertahun-tahun di bawah zionis Israel, sehingga memunculkan stigma “No stage for moslems in anarchical politic” dan seringkali terminologi teroris di labelkan kepada kelompok-kelompok jihad Islam sebagaimana terjadi di negara-negara Timur Tengah dan Asia lainnya.

Leave a Reply