
Pada 6 hingga 7 Juli 2025, BRICS Summit ke-17 diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil, dengan tema “Strengthening Global South Cooperation for a More Inclusive and Sustainable Governance.” Konferensi Tingkat Tinggi itu dihadiri oleh lima pemimpin utama BRICS: Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Perdana Menteri China LiQiang termasuk Presiden Prabowo Subianto mewakili Indonesia yang resmi menjadi anggota penuh BRICS pertama di Asia Tenggara. Hasil utama pertemuan ini berisi komitmen strategis terkait memperkuat tata pemerin-tahan global, reformasi lembaga internasional (PBB, IMF, Bank Dunia), penggunaan mata uang lokal dan sistem pembayaran alternatif, serta pembentukan dana iklim (Tropical Forests Forever Facility).
Perluasan keanggotaan juga menjadi topik utama dalam pertemuan ini – Indonesia bergabung resmi, sebelas negara (Belarus, Bolivia, Kazakhstan, Kuba, Nigeria, Malaysia, Thailand, Uganda, Uzbekistan, dan Vietnam) ditetapkan sebagai mitra BRICS (Editor, 2025). BRICS merupakan akronim dari Brazil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, yang membentuk sebuah blok negara berkembang dengan tujuan memperkuat kerja sama ekonomi, politik, dan pembangunan global. Kelompok ini resmi menggelar pertemuan pertama pada tahun 2009. Pada tahun 2010 Afrika Selatan bergabung, sehingga nama organisasi berubah menjadi BRICS. Sejak saat itu, BRICS terus berkembang dan pada periode 2023–2025 komunitas ini mulai melakukan ekspansi besar-besaran dengan mengundang negara-negara baru seperti Mesir, Ethiopia, Iran, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, serta Indonesia yang resmi menjadi anggota pada tahun 2025 (TV Brics, 2024).
Potensi yang dimiliki BRICS sangat besar, terutama dari segi demografi dan ekonomi. Dengan populasi yang mencakup lebih dari 40% dari total penduduk dunia (Souto, 2025) dan gabungan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar dari 30 triliun dolar AS (Conte, 2023), BRICS menawarkan pasar domestik yang luas dan kelas menengah yang terus bertumbuh, khususnya di India dan Tiongkok. Selain itu, negara-negara anggota memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, seperti minyak, gas, mineral, dan hasil pertanian, yang menjadikan BRICS sebagai kekuatan penting dalam rantai pasokan global. Dari sisi kelembagaan, BRICS telah membentuk institusi keuangan sendiri, seperti New Development Bank (NDB) yang berfungsi sebagai alternatif terhadap Bank Dunia dan IMF. Kelompok ini juga mendorong dedolarisasi, yakni pengurangan ketergantungan terhadap dolar AS dalam perdagangan internasional. Meski dipandang sebelah mata oleh koalisi Barat, khususnya Amerika Serikat, faktanya BRICS telah menjadi alternatif bagi negara-negara yangberhadapan secara diametral dengan Barat seperti Rusia, Iran dan China. Rusia misalnya telah mendapatkan berbagai sanksi ekonomi oleh AS dan Eropa atas serangannya ke Ukraina. Namun, adanya kerja sama dengan China dan anggota BRICS lainnya membuat Rusia bisa bertahan. Tercatat perdagangan antara Rusia dan China menggunakan mata uang lokal telah mencapai 90% dari total transaksi (Kurniawan, 2024). Kemitraan energi antara China dan India juga memungkinkan akses Rusia ke pasar minyak global dengan harga diskon (Ika, 2023), bahkan meningkatkan surplus perdagangan Rusia hingga sekitar241 miliar dollar AS, serta pertumbuhan ekonomi sekitar 4,1% pada tahun 2024 (Anggoro, 2024).
Sementara itu, Iran memanfaatkan keanggotaan atau kedekatannya dengan BRICS untuk mengurangi dampak embargo AS yang telah berlangsung puluhan tahun. China menjadi pasar utama minyak Iran, bahkan mendominasi 90% ekspor minyak Teheran (The Straits Times, 2025). Selain itu, Iran menjalin hubungan energi dan infrastruktur yang lebih dalam dengan Rusia yang membantu memperkuat ketahanan energi Iran. Keanggotaan dalam BRICS+ juga memberi akses yang lebih baik terhadap perdagangan Iran dengan total sekitar US$45-50 pada tahun 2024 (Russia’s Pivot to Asia, 2024).
Bukan hanya kerja sama ekonomi, Iran juga aktif melakukan jual beli senjata baik dengan Rusia maupun dengan China. Melalui BRICS, Rusia dan Iran memiliki alternatif untuk bisa bertahan meski mendapat tekanan dan embargo Barat. BRICS tidak berarti alfa dari problematika. BRICS juga menghadapi sejumlah tantangan internal seperti perbedaan sistem politik, orientasi kebijakan luar negeri, serta konflik antar anggota semisal rivalitas antara India dan Tiongkok. Meski demikian, dengan kekuatan ekonomi dan pasar yang besar membuat BRICS memiliki potensi menjadi kekuatan penyeimbang terhadap dominasi negara-negara Barat serta menjadi alternatif bagi negara-negara yang ingin mengambil jalan lain selain mengikuti arah politik Barat.
Pelajaran bagi Dunia Islam
Melihat kemampuan negara-negara anggota BRICS untuk membangun gerakan alternatif terhadap Barat seharusnya menjadi bahan refleksi bagi dunia Islam. Dunia Islam punya potensi yang sangat besar baik secara ekonomi, demografi, letak geografis dan tentunya kekuatan ideologis (Amhar & Prima, 2022). Hal ini dapat menjadi bahan baku untuk meningkatkan kekuatan politik dunia Islam berhadapan dengan negara-negara besar lain, khususnya dominasi Amerika dan aliansinya di NATO saat ini. Namun, persatuan itu butuh modal besar dan langkah-langkah yang tepat agar dapat berjalan mulus. Belajar dari BRICS dan hegemoni AS saat ini, syarat pertama yang harus dimiliki adalah munculnya satu negara yang jadi pemimpin. Negara itu harus punya kekuatan ekonomi, militer, teknologi dan industri yang mumpuni agar negara-negara lain bisa percaya padakepemimpinan negara kuat ini. Selain itu, negara pemimpin itu juga mesti memiliki mental sebagai problem solver bagi persoalan dunia. Selanjutnya, barulah melakukan berbagai upaya politik untuk menggalang aliansi dengan negara-negara lain. Strategi ini pernah dilakukan oleh Amerika Serikat, termasuk oleh China dan Rusia melalui BRICS saat ini. Strategi seperti ini juga pernah dilakukan Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam saat memimpin negara di Madinah yang berupaya membangun kekuatan internal baik ekonomi, militer dan diplomatik. Hal ini menjadi modal kekuatan politik Islam saat itu untuk bisa menjadi penguasa politik regional sampai akhirnya menjadi negara superpower lintas benua pada masa setelahnya (Aswar, 2020).
Pelajaran berharga bagi dunia Islam ketika melihat fenomena kemunculan BRICS ini adalah pentingnya menghadirkan sesosok negara leader-powerfulcountrydi antara negara-negara Muslim. Hal ini menjadi penting, minimal agar umat Islam tidak selalu bergantung kepada kekuatan negara besar ketika menyelesaikan berbagai permasalahan di antara mereka.