Konflik Palestina-Israel: Apa Kontribusi Perlawanan “Khilafah” ISIS?

Pada bulan Juli 2024, terjadi peristiwa terorisme di Oman, sebuah negara di Timur Tengah yang selama ini dikenal relatif aman dan stabil. Terorisme itu dilakukan ISIS dengan cara melakukan penembakan di kawasan masjid kaum muslim penganut madzhab Ahlulbait yang sedang memperingati malam peristiwa Karbala. Para personel ISIS menyelinap dan melakukan penembakan kepada jamaah muslim yang sedang berkumpul. Akibatnya, setidaknya 6 orang tewas dan puluhan lain terluka akibat serangan ISIS di kawasan masjid tersebut. Pasukan keamanan Oman turut menjadi korban akibat baku tembak dengan personel ISIS tersebut. Tiga pelaku dari ISIS dikabarkan juga tewas pasca baku tembak dengan pasukan keamanan Oman.

ISIS mengkonfirmasi keterlibatan tiga pelaku ini melalui medianya Amaq News Agency. Klaim ISIS ini diperkuat kembali di laporan mingguan terbitan ISIS, yaitu majalah Al Naba edisi nomor 452. Dalam bagian editorialnya, ISIS mengklaim bahwa serangan ini menandakan ekspansi ISIS ke tenggara Jazirah Arab. ISIS menyatakan bahwa serangan ini bertujuan mengingatkan semua pihak akan inflitrasi ideologi Syiah. Bagi ISIS, Syiah adalah gerakan berbahaya karena menebarkan kesyirikan, mencengkramkan kuku-kuku kekufuran, dan menyebarkan fitnah. Selain itu, ISIS menuduh bahwa Syiah melanggar kehormatan para sahabat dan istri Nabi Muhammad SAW. Masih di majalah tersebut, bagi ISIS, tidak ada solusi yang tepat bagi Syiah kecuali dihadapi dengan pedang.

 

Tren Terorisme ISIS Terkini

Apakah terorisme ISIS hanya menyasar kelompok muslim penganut madhzab Ahlul Bait? Tidak. Data yang dipublikasikan sendiri oleh ISIS sepanjang 2023 hingga tulisan ini dibuat, menyatakan bahwa tren serangan ISIS dilakukan di wilayah Afrika Tengah, Afrika Barat, Sahel, Oman, Afrika Barat, Iraq, Syams, Khurasan, Pakistan, Mozambiq. Jika kita mencermati tulisan-tulisan terbitan ISIS sepanjang 2023 hingga tulisan ini dibuat pada sekitar 2024, target serangan ISIS berfokus pada aparat pemerintah, aparat keamanan, aparat militer, milisi kelompok lain, anggota suku, muslim penganut madzhab Ahlulbait, orang-orang Kurdi, warga sipil, serta penganut agama selain Islam. Sedangkan negara-negara yang menjadi lokasi serangan berada di Afghanistan, Pakistan, Irak, Iran, Syria, Oman, Mozambique, Niger, Nigeria, Burkina Faso, Mali, dan Kongo. ISIS melaporkan bahwa taktik serangannya berupa penyergapan, baku tembak, operasi bunuh diri, dan penggunaan alat peledak. ISIS melaporkan keberhasilan operasi teror mereka dengan menewaskan puluhan bahkan ratusan orang setiap setiap minggunya.

 

Aksi Teror ISIS terhadap Israel ?

Lantas bagaimana operasi teror ISIS melawan Israel? ISIS memang memiliki retorika untuk melawan Yahudi dan membebaskan Al Quds dari cengkraman Zionis Israel. Sebenarnya pada 2016, 2017, 2022, dan 2024 terdapat serangan ataupun ancaman serangan terhadap personel Israel dimana serangan atau ancaman serangan tersebut diklaim terafiliasi dengan ISIS. Aksi itu berupa penabrakan kendaraan bermotor, penembakan massal maupun penusukan terhadap aparat maupun warga Israel. Namun demikian, hampir seluruh peristiwa tersebut berbentuk serangan lonewolf, artinya individu-individu di Palestina yang terinspirasi oleh video kekerasan ISIS, kemudian mereplikasinya dalam melawan Zionis Israel. Plus tidak semua serangan tersebut terkonfirmasi benar sebagai terafiliasi dengan ISIS. Misal pada aksi Januari dan Juni 2017 di Israel – berupa serangan penabrakan kendaraan bermotor, penembakan terhadap polisi Israel, dan penusukan terhadap wanita Israel – yang dibantah oleh Hamas dan PFLP sebagai serangan terafiliasi ISIS terhadap Israel.

Yang menarik, dalam konteks konflik Gaza-Israel terkini, dari Oktober 2023 hingga tulisan ini dibuat, terkonfirmasi sama sekali tidak ada target serangan dari ISIS yang menyasar objek Zionis Israel. Bahkan pada saat tentara Zionis Israel sedang aktif-aktifnya membantai rakyat Gaza selama beberapa bulan ini, tidak terdapat satu pun data yang terkonfirmasi menyebutkan bagaimana ISIS menyerang tentara atau aparat keamanan Zionis Israel. Tidak ada satupun serangan yang terkoordinir dan massif oleh ISIS kepada tentara atau aparat keamanan Zionis Israel. Media-media ISIS justru menampilkan banyak data operasi terorisme kelompok tersebut di Afrika, Syria, Irak, Oman, dan Afghanistan dengan menyasar orang-orang lokal dan aparat pemerintah di negara-negara tersebut.

 

ISIS: Khilafah Perisai Pelindung Umat?

Di saat Israel membantai rakyat Gaza selama beberapa bulan berjalan ini, seharusnya ISIS yang mengklaim diri sebagai khilafah perisai pelindung umat Islam, melancarkan serangan terkoordinir, rapi, dan massif terhadap Zionis Israel. Secara logika, ISIS mengaku dirinya adalah Khilafah. ISIS masih memiliki pendukung yang aktif di sekitar teritori Palestina, yaitu sekitar Syria, Lebanon, Mesir, Turki, dan Irak. Sebagai entitas kekhilafahan, seharusnya khalifah ISIS dapat memobilisasi tentaranya untuk menyerang wilayah Zionis Israel secara masif. Data yang ada, bahkan yang dipublikasikan ISIS sendiri melalui beragam platform medianya, membuktikan ketiadaan serangan kekhilafahan ISIS – bahkan dengan skala serangan paling ringan pun – kepada Zionis Israel. Ironisnya, serangan ISIS justru terjadi terhadap negara-negara lain. Media-media ISIS yang dapat kita akses dari Oktober 2023 hingga tulisan ini dibuat, justru berisi foto-foto kengerian ketika ISIS mengeksekusi mati orang-orang lokal di kawasan Afrika, Syria, dan Khurasan.

Apa yang saat ini beredar di media sosial justru rekaman lama video ISIS, yang menghukumi Hamas sebagai kelompok murtad dari agama Islam. Dalam majalah An-Naba edisi 454, ISIS juga mengatakan bahwa Ismail Haniyeh adalah mantan perdana menteri yang juga menjadi simbol dari demokrasi yang syirik. Kematiannya di Teheran adalah akibat kedekatannya dengan Syiah Iran. ISIS juga mengatakan bahwa kegagalan Iran dalam melindungi Ismail Haniyeh adalah hal memalukan bagi Iran dan sekutunya. Dari dokumen ini, kita mendapati bahwa di saat-saat krisis seperti ini, ISIS tidak malah berorientasi menyerang Zionis Israel, tetapi justru aktif mengecam kaum muslim yang sedang sibuk berjuang melawan Zionis Israel.

Kisah popular yang beredar di antara gerakan pendukung pro-khilafah biasanya adalah bagaimana “Khalifah” Al-Mu’tashim dari dinasti Abbasiyah memobilisasi puluhan ribu pasukannya untuk menyerang dan menguasai sebuah kota Romawi. Peristiwa yang memicu kebijakan Mu’tashim tersebut adalah peristiwa pelecehan orang Romawi terhadap pakaian seorang muslimah di pasar di Kota Ammuriah. Ketika kabar pelecehan tersebut sampai ke Mu’tashim, Sang “Khalifah” lantas memobilisasi pasukannya untuk membela seorang Muslimah tersebut sekaligus melakukan penaklukan terhadap kota Romawi tersebut. Gambaran inilah yang tidak dapat ditemukan di ISIS. Bahkan ketika warga sipil di Gaza dibunuh dan dibantai Israel, ISIS tidak berkuasa memobilisasi pengikutnya untuk menyerang Zionis Israel. Apa yang dilakukan ISIS justru sebaliknya, kelompok ini justru aktif membunuhi warga lokal dan memerangi pemerintah di negara-negara lain. Karena itu, klaim ISIS sebagai Khilafah sekaligus pelindung umat Islam jelas nihil. Maka dari itu, tidak dapat dimengerti mengapa hingga kini masih ada orang yang beranggapan bahwa ISIS adalah Khilafah.

Dari fenomena ISIS, kita juga dapat belajar bahwa mengarahkan sumber daya untuk menyerang dan mengecam sesama kelompok Muslim adalah tindakan yang merugikan dan kontraproduktif. ISIS lebih sibuk mencela, mencaci, bahkan menyerang kelompok Sunni maupun Syiah daripada fokus melawan musuh bersama, yaitu Zionis Israel. Semoga kita dapat lebih fokus bersatu melawan musuh bersama daripada terjebak dalam konflik internal.

Leave a Reply