Logika yang umum yang sering kita dengar mengenai pendudukan Israel di Palestina adalah bahwa ini konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina. Bentuk konfliknya adalah perebutan tanah. Karena ini adalah konflik perebutan tanah, sehingga solusinya adalah damai dan berbagi tanah.
Jika melihat sejarah dan aktor yang dominan dalam isu Palestina ini, tidak bisa diterima akal sehat jika dikatakan bahwa ini adalah konflik. Mengatakan ini konflik, seolah-olah ada pihak yang setara yang berselisih dan berebut sesuatu kemudian harus dileraikan.
Kenyataannya tidak demikian. Warga Palestina sudah tinggal ratusan tahun di sana, bukan hanya Muslim tapi juga Nasrani dan Yahudi. Hanya saja saat Inggris memenangkan perang Dunia Pertama tahun 1917, Inggrislah yang mengundang para Zionis ini datang memprovokasi para Yahudi seluruh dunia untuk menduduki Palestina.
Setelah itu, sejarah Palestina menjadi sejarah pendudukan, pengusiran, pembunuhan, penggusuran, intimidasi, dan diskriminasi. Kesimpulannya ini bukan konflik, tapi penjajahan dan pendudukan.
Jika ada penjajahan maka pasti ada perlawanan untuk kemerdekaan. Inilah yang terjadi di Gaza sekarang. Yang menjadi aktor pejuang kemerdekaannya adalah HAMAS, Jihad Islam dan kelompok – kelompok jihad yang lain. Nama-nama kelompok perjuangan itu bisa silih berganti berubah. Bisa hancur oleh penjajah, atau bisa juga tiba-tiba menang melawan penjajah dan meraih kemerdekaan.
Bagaimana nasib HAMAS dalam perang saat ini? Kita tidak tahu pasti, bisakah ia menang atau tidak. Mungkin saja menang, sebagaimana Taliban menang melawan Amerika di Afghanistan tahun 2021. Tapi bisa juga kalah, dan HAMAS hancur sebagai sebuah partai dan pejuang kemerdekaan. Tapi apakah saat HAMAS atau kelompok lain kalah kemudian perjuangan berhenti? Sejarah menjawab bahwa setiap penjajahan akan berakhir dengan kemerdekaan. Sehingga, meski misalnya HAMAS kalah, atau hilang, maka akan lahir generasi-generasi pejuang berikutnya yang lain.
Ini sama dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia yang direbut dengan pengorbanan ribuan nyawa pejuang dan nama-nama besar yang kalah dan terbunuh seperti Pangeran Diponegoro, Pangeran Antasari, Imam Bonjol, Cut Nyak Dien, Sultan Hasanuddin dan pejuang kemerdekaan yang lain.
Matinya kelompok pejuang tidak berarti habisnya perjuangan. Sebab hukum sejarah menjelaskan, dimana ada penjajahan disitu akan lahir pejuang kemerdekaan dan pada akhirnya kemerdekaan akan menjadi cerita akhir dari kisah itu. Semoga Allah memudahkan perjuangan saudara-saudara yang berjuang di Gaza Palestina saat ini dan mempercepat kemenangan dan kemerdekaan mereka. Amin.