Republik Islam Iran dan Permasalahan Palestina-Israel

Penyerangan Israel bertubi-tubi terhadap Gaza telah menyebabkan puluhan ribu warga Palestina tewas. Seharusnya, serangan Israel dalam jangka waktu panjang ini memantik solidaritas dan persatuan sesama umat Islam. Di saat pejuang-pejuang Palestina sibuk memerangi tentara Israel di Gaza, selayaknya umat Islam berfokus pada aksi bersama membantu perjuangan para pejuang Palestina tersebut.

Narasi Kebencian

Namun demikian, yang terjadi saat ini, masalah serangan Israel terhadap Palestina justru dimanfaatkan sebagian kelompok dalam umat Islam untuk memunculkan narasi kebencian terhadap sesama umat Islam itu sendiri. Bahkan narasi-narasi kebencian tersebut mengarah pada isu kebencian sektarian. Kita dapat melihat data ini di kehidupan kita sehari-hari. Pada media seperti podcast di Youtube misalnya, terdapat narasi-narasi yang mencela peran Republik Islam Iran dalam isu pembelaan terhadap Palestina. Misalnya, Iran dituduh telah menimbulkan perpecahan dan “pertumparan darah” di internal negara-negara Arab, sehingga negara-negara Arab tersebut teralihkan diri dari fokus melawan Israel. Tuduhan lain adalah bahwa Iran merupakan agen Amerika Serikat yang bersandiwara dalam melawan Israel. Salah satu alasannya, ketika terdapat jenderal ataupun ilmuwan Iran yang dibunuh Amerika Serikat dan Israel, Iran sama sekali tidak pernah membalas Amerika Serikat dan Israel. Iran hanya berkoar-koar belaka dalam melawan Israel dan Amerika Serikat. Pun pembelaan Iran pada Palestina dinilai juga hanya sebatas retorika belaka, tanpa ada aksi yang nyata.

Terdapat narasi yang menyatakan bahwa mitra strategis Iran di Timur Tengah, seperti Hizbullah dan Houthi, hanya “akting” dan pencitraan dalam membela Palestina. Narasi tersebut juga menyebutkan bahwa kelompok Houthi adalah sama dengan ISIS sebagai entitas bikinan Amerika Serikat dalam versi lain. Houthi hanya berani membajak kapal-kapal milik orang kaya di Laut Merah, tanpa berani menyerang langsung Israel. Hizbullah misalnya dituduh hanya menjalankan “akting” karena hanya menyerang target Israel yang berada di daerah perbukitan dan pegunungan. Sebaliknya, Iran dan mitra strategisnya justru dituduh aktif membunuhi “Muslim Sunni” di Syria dan Iraq, namun tidak pernah sekalipun Iran melakukan serangan ke Israel.

Intinya, narasi-narasi tersebut berkutat pada asumsi bahwa aksi Republik Islam Iran dan mitra strategisnya hanya bersifat “akting,” “sandiwara,” dan gimmick dalam membela Palestina dan melawan Israel. Iran dan mitranya hanya menyebarkan propaganda bahwa mereka seolah benar-benar melawan Israel. Bahkan ketika Iran benar-benar meluncurkan serangan rudal dan drone langsung ke wilayah Israel pada 14 April 2024, terdapat akun-akun di media sosial yang menyatakan bahwa serangan Iran tersebut bersifat “dagelan.” Terdapat dua alasan. Pertama, drone dan rudal Iran banyak ditangkis oleh sistem pertahanan Israel. Kedua, serangan Iran tidak berhasil membunuh satupun orang Israel, sementara Israel telah membunuh puluhan ribu orang Palestina.

Contoh lain narasi kebencian terhadap Republik Islam Iran juga dapat ditemukan di website milik Media Umat, sebuah media online yang terafiliasi dengan kelompok pengusung ide khilafah. Hingga April 2024, media ini rutin mencela Republik Islam Iran. Misal pada November 2023, artikel di media online tersebut mengabarkan bahwa Ayatullah Ali Khamenei, pemimpin Republik Islam Iran, konon telah menyatakan bahwa negaranya tidak akan ikut berperang melawan entitas Zionis Israel dalam konflik Palestina-Israel. Selanjutnya, pada April 2024, ketika kemudian Iran menyerang Israel secara langsung, artikel di media tersebut menyatakan bahwa serangan rudal dan drone balasan dari Iran ke Israel hanya sebatas untuk menyelamatkan “muka” rezim Iran, setelah gedung konsulat Iran di Damaskus diserang Israel. Artinya, serangan Republik Islam Iran ke Israel bukan dalam rangka memperjuangkan Palestina. Di artikel yang lain, media tersebut menjelaskan bahwa Iran berada di bawah kontrol Amerika Serikat sehingga tidak bersungguh-sungguh membebaskan Palestina. Media tersebut sekaligus menyatakan bahwa Iran telah memecah belah umat Islam dan mengadu domba negeri-negeri Islam.

Beberapa Poin

Sangat disayangkan narasi-narasi semacam ini beredar luas di kalangan Muslim Indonesia. Masalah Palestina yang seharusnya menjadi momentum pemersatu kelompok-kompok Islam dalam menghadapi musuh bersama, justru menjadi ajang penyebaran narasi kebencian terhadap sesama saudara muslim. Lebih disayangkan lagi, narasi-narasi kebencian tersebut didasarkan pada argumen-argumen yang kurang cermat.

Misal kritik paling umum adalah bahwa Iran tidak akan pernah berani menyerang Israel secara langsung. Namun faktanya, Iran berani melakukan serangan langsung ke Israel pada 14 April 2024.  Dikatakan pula bahwa serangan Iran adalah “dagelan” karena hanya menimbulkan kerusakan minimalis bagi infrastuktur militer Israel. Namun pada faktanya, Iran yang berjarak sekitar 2000 km dari Israel, telah mengerahkan ratusan drone bunuh diri dan bahkan meluncurkan berbagai tipe rudal. Serangan ini tepat mengenai dua pangkalan udara milik Israel, tanpa berhasil dihalau sistem pertahanan udara negara Zionis. Tentu ini menjadi “pukulan keras” bagi Israel yang mengklaim memiliki sistem pertahanan udara terbaik. Bahkan karena seriusnya tindakan Iran ini, Israel sampai mengadu ke PBB dan mengancam melakukan serangan balasan ke Iran walau tanpa dukungan Amerika Serikat.

Lantas mengapa banyak kalangan menilai bahwa serangan Iran hanya menimbulkan kerusakan minimalis bagi Israel? Apakah benar ini adalah sebuah “sandiwara” dan “dagelan” yang dilakukan Iran? Jangan dilupakan pula bahwa Israel turut dilindungi oleh jet-jet tempur milik Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis. Jet-jet tempur tersebut aktif menghancurkan sebagian drone dan rudal dari Iran bahkan sebelum masuk ke langit Israel. Lebih memprihatinkan, Yordania bekerjasama dengan Perancis, ikut mengintersepsi sebagian drone dan rudal Iran. Dalam hal ini, hal yang dipermasalahkan oleh para penyebar narasi kebencian seharusnya bukan mengapa serangan Iran berdampak kerusakan minimalis bagi Israel. Akan tetapi yang dipermasalahkan seharusnya adalah bagaimana mungkin sampai ada negara Arab yang ikut-ikutan melindungi langit negara Zionis? Barangkali pertanyaan lebih jauh, adalah bagaimana mungkin sebagian negara Arab dengan kekuatan militer yang dimilikinya seperti Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Yordania itu sendiri, hanya “berdiam diri” tanpa melakukan satupun aksi militer yang tertuju pada Zionis Israel? Sebaliknya, bagaimana mungkin Republik Islam Iran yang telah disanksi secara ekonomi dan militer selama bertahun-tahun lamanya, justru menjadi negara yang berhasil melakukan serangan langsung terhadap Israel?

Argumen lainnya berkutat pada persoalan motif serangan. Argumen menyatakan bahwa motif Republik Islam Iran melakukan serangan langsung ke Israel adalah hanya ingin membalas kematian beberapa jenderal Garda Revolusi Islam Iran dalam serangan Israel ke gedung konsulat Iran di Damaskus. Dengan kata lain, Republik Islam Iran menyerang Israel bukan dalam rangka pembelaan terhadap Palestina. Hal ini pun sebenarnya juga argumen yang kurang cermat karena tidak melihat konteks yang ada. Bukankah Garda Revolusi Islam Iran selama ini aktif bekerjasama dengan mitra-mitra strategis di kawasan seperti Hizbullah, Hamas, dan Jihad Islam Palestina untuk melakukan berbagai perlawanan terhadap Israel? Dan yang patut diingat, bahwa serangan Israel telah terjadi beberapa kali di Syria dan Lebanon yang juga menewaskan tokoh-tokoh pejuang pembebas Palestina baik dari kelompok Hamas, Jihad Islam Palestina, maupun Hizbullah. Karena itu, serangan langsung Iran ke Israel mendapat dukungan dari kelompok pejuang Palestina seperti Hamas dan Jihad Islam Palestina. Selain itu, bukankah serangan langsung Iran ke Israel dipuji oleh banyak warga Palestina?

Kritik lainnya datang kepada mitra strategis Republik Islam Iran, seperti Hizbullah di Lebanon dan Houthi di Yaman. Misal, kritik yang menyatakan bahwa Hizbullah menyerang Israel hanya di wilayah perbukitan dan pegunungan. Karena itu, serangan Hizbullah adalah gimmick belaka. Argumen tersebut juga kurang cermat. Pasalnya, Hizbullah telah menyerang ratusan, jika tidak, ribuan target di Israel. Serangan Hizbullah dengan senjata bervariasi menargetkan target-target di Israel seperti pos militer, tank, drone, radar mata-mata, sistem Iron Dome, tempat berkumpul tentara Israel, bahkan personel militer Israel itu sendiri. Hizbullah berhasil melukai, menciderai, bahkan menewaskan tentara Zionis. Dalam satu hari, Hizbullah dapat meluncurkan lebih dari 100 rudal untuk menyerang target-target militer Israel. Belum lagi Hizbullah turut melakukan serangan terhadap personel militer Israel dengan menggunakan drone bunuh diri. Hizbullah berhasil memaksa puluhan ribu penduduk Israel utara berpindah secara paksa. Houthi sendiri turut meluncurkan rudal ke arah Israel, walaupun pada akhirnya diintersepsi oleh militer Amerika Serikat. Houthi juga menggunakan strategi menawan kapal-kapal yang terafiliasi dengan kepentingan Zionis Israel.

Barangkali masih ada yang mengkritik bahwa aksi Republik Islam Iran, Hizbullah dan kelompok Houthi tidak berhasil meredakan serangan Israel ke Gaza. Terlebih tuduhan yang menyatakan bahwa aksi militer Republik Islam Iran, Hizbullah dan Houthi tidak lebih dari sekedar “sandiwara,” “dagelan,” dan gimmick untuk meraih simpati belaka. Argumen ini juga kurang cermat. Kelompok perlawanan Palestina yang diwakili oleh Hamas dan Jihad Islam Palestina telah menyatakan terimakasih kepada pihak Republik Islam Iran, pihak Hizbullah, dan pihak Houthi atas kontribusi mereka dalam perang terkini melawan Israel. Terlebih dalam sejarahnya, hubungan antara kelompok pejuang Palestina dan Republik Islam Iran dan Hizbullah telah lama terjalin. Data menunjukkan bahwa berulang kali kelompok pejuang Palestina menyatakan terimakasih atas kontribusi Republik Islam Iran dan Hizbullah dalam upaya pembebasan Palestina dan melawan Israel. Realitas kerjasama strategis ini tidak dibatasi oleh perbedaan madzhab Islam yang ada.

Mari kita berpikir, jika aksi militer Republik Islam Iran kepada Israel dikatakan sebagai “sandiwara” belaka, lantas apa sebutan yang pantas bagi sebagian negara Arab yang memilih “berdiam diri” dalam masalah Palestina? Jika aksi militer Republik Islam Iran dianggap “dagelan” dan “retorika” belaka, lantas apa sebutan yang layak bagi sebagian negara-negara Arab yang mengecam Israel hanya sebatas dari forum-forum pertemuan saja? Jika aksi militer oleh kelompok Hizbullah dan Houthi dikatakan sebagai gimmick, lantas apa pula sebutan yang layak disematkan kepada sebagian rezim negara Arab yang justru menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel?

Terakhir, mari kita merenungkan pesan persatuan dunia Islam oleh Ayatullah Khomeini pada tahun 1981 yang rasanya relevan hingga abad kini,

Wahai kaum muslim sedunia! Wahai kaum muslim tertindas yang berada di bawah kekuasaan para penindas! Sadarlah! Bangkit dan saling berikan tangan persatuan, pertahankan Islam dan nasib kalian, serta janganlah takut dengan teriakan para adidaya, karena abad ini, insya Allah, akan menjadi abad kemenangan kaum tertindas atas kaum yang sombong dan angkuh, serta kemenangan yang haq atas yang batil.

Prihandono adalah staf pengajar pada Prodi Hubungan Internasional UPN Veteran Jawa Timur. Ia memiliki minat pada kajian kawasan Timur Tengah serta pada kajian fenomena fundamentalisme agama. Karya yang dihasilkan mengenai studi kawasan Timur Tengah di antaranya adalah monograf “Masyarakat, Budaya dan Politik Syiah di Timur Tengah”. Prihandono dapat dihubungi melalui email: prihandono_wibowo.hi@upnjatim.ac.id

Leave a Reply